Menangislah...
Mungkin itulah kata yang tepat, untuk pertama kali saya ucapkan pada diri ini (jiwa dan ruh ini) ... Karena begitu 'menonjok'-nya nasihat dari salah satu sahabat Rosululloh SAW yang mulia ini.
"Duhai Alloh yang Maha Mengampuni, ampuni aku.. Wahai Robb yang Maha Menyayangi, sayangi aku.."
Dado Binagama
---)|(---
Aku khawatir terhadap suatu masa yang rodanya dapat menggilas keimanan.
Keyakinan tinggal pemikiran, yang tidak berbekas pada perbuatan.
Banyak orang baik, tapi tidka berakal..
Ada orang berakal, tapi tidak beriman..
Ada yang berlidah fasih, tapi berhati lalai..
Ada yang khusyuk, tapi sibuk dalam kesendirian..
Ada yang ahli ibadah, tapi mewarisi kesombongan iblis..
Ada yang ahli maksiat, tapi rendah hati bagaikan sufi..
Ada yang banyak tertawa hingga hatinya berkarat, dan..
Ada yang banyak menangis karena kufur nikmat..
Ada yang murah senyum, tapi hatinya mengumpat..
Ada yang berhati tulus, tapi wajahnya cemberut..
Ada yang berlisan bijak, tapi tak memberi teladan..
Ada pezina, yang tampil jadi figur..
Ada yang punya ilmu, tapi tidak paham..
Ada yang paham, tapi tidak menjalankan..
Ada yang pintar, tapi membodohi..
Ada yang bodoh, tapi tak tahu diri..
Ada yang beragama, tapi tidak berakhlak..
Ada yang berakhlak, tapi tidak ber-Tuhan..
Lalu, diantara semua itu.. aku ada dimana?!
(ALI BIN ABI THOLIB, rodhiyaLLohu 'anhu)
Tampilkan postingan dengan label Dakwah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Dakwah. Tampilkan semua postingan
Selasa, 08 Februari 2011
Minggu, 07 Desember 2008
Masih Tetap Partai Dakwah
Oleh Tifatul Sembiring
Sumber: Republika, 3 Des 2008, hal 6
Banyak orang mempertanyakan mengapa PKS mengklaim dirinya sebagai
partai dakwah. Bahkan ada yang mengatakan kalau PKS ingin berdakwah,
mengapa harus bikin partai? Silakan berdakwah di masjid-masjid, di
surau-surau atau di mushala-mushala. Tidak usah ikut-ikutan maju ke
panggung politik. Pemahaman ini sering dikemukakan oleh para pengamat
maupun politisi. Mereka menganggap PKS salah kaprah ketika ikut di
kancah politik.
Sebetulnya, hakikat dakwah adalah ishlah (dari bahasa Arab), artinya
perbaikan. Bila kita ingin memperbaiki kualitas ummat, kualitas
masyarakat, berarti kita telah melakukan ishlah. Dalam terminologi
lain, kata ishlah juga bermakna reformasi. How to reform this nation.
PKS yakin perbaikan itu dapat dilakukan secara gradual dengan
meminimalkan efek-efek destruktif tentunya. Jadi, sebagai pendukung
reformasi, PKS akan terus berjuang mengemban amanah reformasi dengan
langkah-langkah dakwah.
Dakwah memiliki tahapan. Pertama, memperbaiki diri sendiri, kemudian
keluarga, masyarakat, hingga memperbaiki negara. Inilah sekarang yang
sedang dilakukan PKS. Istilah kami berdakwah di level negara. PKS,
misalnya, menganggap parlemen sebagai mimbar dakwah. Kebijakan atau
keputusan yang dihasilkan parlemen harus membela rakyat dan berpihak
pada ummat. Dengan terlibat dalam proses pengambilan keputusan di
parlemen, PKS mengadvokasi dan memberikan manfaat kepada ummat Islam
dalam skala yang lebih luas.
PKS telah bergeser?
Akhir-akhir ini kerap muncul pertanyaan, apakah PKS telah bergeser
dari ideologi dan asas Islam? Apakah sudah tergoda oleh dunia, lalu
memunculkan iklan Soeharto, meninggalkan jati dirinya, melupakan
khiththah perjuangan, dan seterusnya?
Dalam hal ini saya tegaskan asas PKS tetap Islam. PKS tetap berangkat
dari ideologi Islam dengan moral dasar Islam dan tidak akan pernah
bergeser dari prinsip-prinsip tersebut. Prinsip-prinsip ini
sesungguhnya terinspirasi oleh Piagam Madinah dimana intinya
memberikan kebebasan beribadah bagi seluruh warga sesuai dengan
keyakinannya masing-masing, tidak saling mengganggu dan bersinergi
antar komponen bangsa.
Dalam kiprah PKS, ada yang disebut mabadi' dan ada pula kaifiyah.
Mabadi' adalah hal-hal yang bersifat prinsip, yang tsabit atau kokoh.
PKS memiliki AD/ART yang menjadi pedoman keorganisasian, falsafah
dasar perjuangan dan platform pembangunan, yang semua bersumber dari
ajaran Islam tentang keadilan. Itulah mabadi' PKS. Kaifiyah adalah
sesuatu yang bersifat operasional. Untuk kasus iklan PKS yang
diantaranya menampilkan gambar Soeharto, sebenarnya DPP PKS belum
pernah memutuskan atau mengusulkan beliau sebagai pahlawan. Pada sisi
lain, kami memahami pemberian gelar pahlawan nasional adalah domain
pemerintah, bukan PKS.
Iklan yang sempat ditayangkan dalam menyambut hari pahlawan selama
tiga hari itu mendapat kritikan dan tanggapan sangat luas dari
masyarakat dan pengamat. Sebenarnya iklan tersebut tidak bermaksud
memahlawankan Soeharto. Desain awalnya ketika muncul gambar Bung Karno
dan Pak Harto diikuti dengan kalimat: "Mereka sudah lakukan apa yang
mereka bisa". Lalu muncul gambar KH Hasyim Asy'ari dan KH Ahmad Dahlan
diikuti kalimat:"Mereka sudah memberikan apa yang mereka punya", lalu
muncul gambar selanjutnya dan seterusnya. Inilah konsep storyboard
iklan yang diperlihatkan kepada DPP.
Ungkapan yang menyatakan bahwa Soekarno dan Soeharto sudah melakukan
apa yang mereka bisa adalah ungkapan yang bersifat umum dan netral.
Soal benat atau salah tindakan mereka kita serahkan penilaiannya
kepada masyarakat. Namun, pada pengolahan iklan selanjutnya, kata guru
bangsa dimunculkan terlebih dahulu dan di sinilah letak
kontroversinya. Kami menganggap sangat wajar reaksi sebagian
masyarakat terhadap penayangan iklan yang berdurasi hanya 30 detik itu
serta masa tayang yang hanya selama tiga hari.
Hasil kreasi Tim Pemenangan Pemilu serta konsultan iklan dalam rangka
memperingati Hari Pahlawan tersebut membuat banyak mata terbelalak.
Maka tudingan PKS diduga menerima aliran dana dari Cendana dan
berbagai spekulasi pun merebak, juga fitnah-fitnah lainnya.
Secara mabadi' atau prinsip, tidak ada yang berubah dari PKS. Tidak
ada keputusan yang menyatakan Soeharto adalah pahlawan. Tidak ada
perubahan khitthah. Namun, secara kaifiyah, mungkin saja ada yang
keliru. Tentunya, merupakan kewajiban kami mengoreksi dan sebagai
bahan pertimbangan sebelum penayangan iklan-iklan berikutnya di media
massa. PKS akan tetap berjuang untuk bersih, peduli, dan profesional,
sebagaimana hal tersebut menjadi salah satu tag line kami.
Dalam hal acara rekonsiliasi nasional, ini semacam proposal untuk cut
off, memutuskan dendam sejarah agar pergantian rezim tidak diikuti
oleh cercaan dan caci maki antarpengikutnya. Betapa energi bangsa ini
akan tersia-sia karenanya. Padahal banyak permasalahan mendasar masih
menghambat laju pembangunan bangsa kita.
Banyak pengamat mengatakan, pada 2009 ini the end of a political
generation, akhir dari suatu generasi politik. Jadi, tahun 2014 nanti
akan muncul pendatang baru di panggung politik dengan mimpi baru
mereka dan juga obsesi-obsesi yang baru pula. Maka, kami memandang
jangan sampai kaki kita ditarik-tarik terus ke belakang. Mari menatap
ke depan, membangun dan memajukan bangsa, menghilangkan segala bentuk
dendam sejarah. Ini agar ada kekuatan saling percaya di antara kita
dan melangkah tanpa curiga-mencurigai.
Untuk inilah digagas rekonsiliasi dan perlu dicatat bahwa rekonsiliasi
ini tidak bermaksud akan adanya pengampunan terhadap pelanggar hukum.
Yang bersalah tetap harus diproses menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku, tanpa pandang bulu.
Demikian pula denga penghargaan terhadap tokoh-tokoh muda atau para
pemimpin "balita", dimana hal ini telah kami canangkan sejak di
mukernas di Makassar. Ini adalah semacam stimulasi agar bermunculan
sosok-sosok segar dan berkualitas dari lapisan anak muda di negeri
ini. Pada sisi lain, kita melihat seluruh calon presiden yang telah
muncul rata-rata telah berusia 60 tahun ke atas. Sebagai proposal bagi
Indonesia yang lebih bernas, tentu sah-sah saja kami mengusulkan tokoh
muda.
Kriteria 106 pemimpin "balita" ini pun masih sangat sederhana.
Pertama, mereka memiliki track record moral yang baik, belum
terkontaminasi perilaku KKN. Memiliki kompetensi dan kualitas
kepemimpinan dan telah muncul di publik serta media massa. Mereka
aktif di berbagai bidang, apakah di LSM, kampus, pekerja sosial,
budayawan, pengusaha, dan sebagainya. Kami ingin mengatakan, saat ini
setidaknya ada 106 pemimpin muda yang siap membuat bangsa ini maju dan
bermartabat di hadapan bangsa-bangsa lain.
Inilah penjelasan kami terhadap beberapa kritik yang dialamatkan
kepada PKS. Masukan-masukan tersebut sungguh kami hargai dan
merefleksikan betapa eratnya saling memiliki di antara kita, anak
bangsa. Secara substansi, kritikan-kritikan tersebut menyangkut
kaifiyah, dimana hal tersebut sangat dipengaruhi oleh dinamika
kreativitas para kader dan simpatisan. Wilayah ideologis dan asas kami
ialah Islam, tetap kokoh.
Wallohu a'lam bish-showab
Sumber: Republika, 3 Des 2008, hal 6
Banyak orang mempertanyakan mengapa PKS mengklaim dirinya sebagai
partai dakwah. Bahkan ada yang mengatakan kalau PKS ingin berdakwah,
mengapa harus bikin partai? Silakan berdakwah di masjid-masjid, di
surau-surau atau di mushala-mushala. Tidak usah ikut-ikutan maju ke
panggung politik. Pemahaman ini sering dikemukakan oleh para pengamat
maupun politisi. Mereka menganggap PKS salah kaprah ketika ikut di
kancah politik.
Sebetulnya, hakikat dakwah adalah ishlah (dari bahasa Arab), artinya
perbaikan. Bila kita ingin memperbaiki kualitas ummat, kualitas
masyarakat, berarti kita telah melakukan ishlah. Dalam terminologi
lain, kata ishlah juga bermakna reformasi. How to reform this nation.
PKS yakin perbaikan itu dapat dilakukan secara gradual dengan
meminimalkan efek-efek destruktif tentunya. Jadi, sebagai pendukung
reformasi, PKS akan terus berjuang mengemban amanah reformasi dengan
langkah-langkah dakwah.
Dakwah memiliki tahapan. Pertama, memperbaiki diri sendiri, kemudian
keluarga, masyarakat, hingga memperbaiki negara. Inilah sekarang yang
sedang dilakukan PKS. Istilah kami berdakwah di level negara. PKS,
misalnya, menganggap parlemen sebagai mimbar dakwah. Kebijakan atau
keputusan yang dihasilkan parlemen harus membela rakyat dan berpihak
pada ummat. Dengan terlibat dalam proses pengambilan keputusan di
parlemen, PKS mengadvokasi dan memberikan manfaat kepada ummat Islam
dalam skala yang lebih luas.
PKS telah bergeser?
Akhir-akhir ini kerap muncul pertanyaan, apakah PKS telah bergeser
dari ideologi dan asas Islam? Apakah sudah tergoda oleh dunia, lalu
memunculkan iklan Soeharto, meninggalkan jati dirinya, melupakan
khiththah perjuangan, dan seterusnya?
Dalam hal ini saya tegaskan asas PKS tetap Islam. PKS tetap berangkat
dari ideologi Islam dengan moral dasar Islam dan tidak akan pernah
bergeser dari prinsip-prinsip tersebut. Prinsip-prinsip ini
sesungguhnya terinspirasi oleh Piagam Madinah dimana intinya
memberikan kebebasan beribadah bagi seluruh warga sesuai dengan
keyakinannya masing-masing, tidak saling mengganggu dan bersinergi
antar komponen bangsa.
Dalam kiprah PKS, ada yang disebut mabadi' dan ada pula kaifiyah.
Mabadi' adalah hal-hal yang bersifat prinsip, yang tsabit atau kokoh.
PKS memiliki AD/ART yang menjadi pedoman keorganisasian, falsafah
dasar perjuangan dan platform pembangunan, yang semua bersumber dari
ajaran Islam tentang keadilan. Itulah mabadi' PKS. Kaifiyah adalah
sesuatu yang bersifat operasional. Untuk kasus iklan PKS yang
diantaranya menampilkan gambar Soeharto, sebenarnya DPP PKS belum
pernah memutuskan atau mengusulkan beliau sebagai pahlawan. Pada sisi
lain, kami memahami pemberian gelar pahlawan nasional adalah domain
pemerintah, bukan PKS.
Iklan yang sempat ditayangkan dalam menyambut hari pahlawan selama
tiga hari itu mendapat kritikan dan tanggapan sangat luas dari
masyarakat dan pengamat. Sebenarnya iklan tersebut tidak bermaksud
memahlawankan Soeharto. Desain awalnya ketika muncul gambar Bung Karno
dan Pak Harto diikuti dengan kalimat: "Mereka sudah lakukan apa yang
mereka bisa". Lalu muncul gambar KH Hasyim Asy'ari dan KH Ahmad Dahlan
diikuti kalimat:"Mereka sudah memberikan apa yang mereka punya", lalu
muncul gambar selanjutnya dan seterusnya. Inilah konsep storyboard
iklan yang diperlihatkan kepada DPP.
Ungkapan yang menyatakan bahwa Soekarno dan Soeharto sudah melakukan
apa yang mereka bisa adalah ungkapan yang bersifat umum dan netral.
Soal benat atau salah tindakan mereka kita serahkan penilaiannya
kepada masyarakat. Namun, pada pengolahan iklan selanjutnya, kata guru
bangsa dimunculkan terlebih dahulu dan di sinilah letak
kontroversinya. Kami menganggap sangat wajar reaksi sebagian
masyarakat terhadap penayangan iklan yang berdurasi hanya 30 detik itu
serta masa tayang yang hanya selama tiga hari.
Hasil kreasi Tim Pemenangan Pemilu serta konsultan iklan dalam rangka
memperingati Hari Pahlawan tersebut membuat banyak mata terbelalak.
Maka tudingan PKS diduga menerima aliran dana dari Cendana dan
berbagai spekulasi pun merebak, juga fitnah-fitnah lainnya.
Secara mabadi' atau prinsip, tidak ada yang berubah dari PKS. Tidak
ada keputusan yang menyatakan Soeharto adalah pahlawan. Tidak ada
perubahan khitthah. Namun, secara kaifiyah, mungkin saja ada yang
keliru. Tentunya, merupakan kewajiban kami mengoreksi dan sebagai
bahan pertimbangan sebelum penayangan iklan-iklan berikutnya di media
massa. PKS akan tetap berjuang untuk bersih, peduli, dan profesional,
sebagaimana hal tersebut menjadi salah satu tag line kami.
Dalam hal acara rekonsiliasi nasional, ini semacam proposal untuk cut
off, memutuskan dendam sejarah agar pergantian rezim tidak diikuti
oleh cercaan dan caci maki antarpengikutnya. Betapa energi bangsa ini
akan tersia-sia karenanya. Padahal banyak permasalahan mendasar masih
menghambat laju pembangunan bangsa kita.
Banyak pengamat mengatakan, pada 2009 ini the end of a political
generation, akhir dari suatu generasi politik. Jadi, tahun 2014 nanti
akan muncul pendatang baru di panggung politik dengan mimpi baru
mereka dan juga obsesi-obsesi yang baru pula. Maka, kami memandang
jangan sampai kaki kita ditarik-tarik terus ke belakang. Mari menatap
ke depan, membangun dan memajukan bangsa, menghilangkan segala bentuk
dendam sejarah. Ini agar ada kekuatan saling percaya di antara kita
dan melangkah tanpa curiga-mencurigai.
Untuk inilah digagas rekonsiliasi dan perlu dicatat bahwa rekonsiliasi
ini tidak bermaksud akan adanya pengampunan terhadap pelanggar hukum.
Yang bersalah tetap harus diproses menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku, tanpa pandang bulu.
Demikian pula denga penghargaan terhadap tokoh-tokoh muda atau para
pemimpin "balita", dimana hal ini telah kami canangkan sejak di
mukernas di Makassar. Ini adalah semacam stimulasi agar bermunculan
sosok-sosok segar dan berkualitas dari lapisan anak muda di negeri
ini. Pada sisi lain, kita melihat seluruh calon presiden yang telah
muncul rata-rata telah berusia 60 tahun ke atas. Sebagai proposal bagi
Indonesia yang lebih bernas, tentu sah-sah saja kami mengusulkan tokoh
muda.
Kriteria 106 pemimpin "balita" ini pun masih sangat sederhana.
Pertama, mereka memiliki track record moral yang baik, belum
terkontaminasi perilaku KKN. Memiliki kompetensi dan kualitas
kepemimpinan dan telah muncul di publik serta media massa. Mereka
aktif di berbagai bidang, apakah di LSM, kampus, pekerja sosial,
budayawan, pengusaha, dan sebagainya. Kami ingin mengatakan, saat ini
setidaknya ada 106 pemimpin muda yang siap membuat bangsa ini maju dan
bermartabat di hadapan bangsa-bangsa lain.
Inilah penjelasan kami terhadap beberapa kritik yang dialamatkan
kepada PKS. Masukan-masukan tersebut sungguh kami hargai dan
merefleksikan betapa eratnya saling memiliki di antara kita, anak
bangsa. Secara substansi, kritikan-kritikan tersebut menyangkut
kaifiyah, dimana hal tersebut sangat dipengaruhi oleh dinamika
kreativitas para kader dan simpatisan. Wilayah ideologis dan asas kami
ialah Islam, tetap kokoh.
Wallohu a'lam bish-showab
Rabu, 26 November 2008
Mari Jaga Keutuhan dan Kesatuan Kita
"Qiyadatu mukhlishoh wa jundiyatu muthi'ah"
(Pimpinan yang ikhlas dan kader yang loyal)
Kata-kata di atas merupakan salah satu jargon lahir dalam ranah tarbawiyah, menunjukkan salah satu bentuk pola hubungan timbal balik antara para qiyadah dengan para junud. Dalam skala yang paling kecil menunjukkan pola hubungan antara para murobbi dan para mutarobbi.
Keikhlasan qiyadah-lah yang akan menumbuhkan adanya keta'atan dari para junud. Keikhlasan yang tidak hanya keluar dalam tataran verbal semata tapi terlihat dalam tataran 'amal. Dalam cara pandang yang lain, contohnya, keikhlasan tersebut nuansanya akan bisa juga terlihat dalam cara berbicara, cara berpakaian, cara tersenyum bahkan dalam cara memberikan instruksi/arahan, nuansa keikhlasan kentara terasa. Dengan keikhlasan seperti inilah maka para junud merasakan adanya kenyamanan berada dalam arahan dan bimbingan para qo'id tersebut. Kenyamanan inilah yang nantinya menghasilkan sikap keta'atan dari para junud. Dalam kondisi inilah dengan sendirinya sikap tsiqoh akan muncul.
Namun jangan dilupakan pula, sebaik-baiknya taujih adalah taujih robbani. Dengan sendirinya unsur utama tersebut merupakan katalisator dalam pembentukan sikap tsiqoh ini.
Dalam perspektif organisasi, tsiqoh bil jama'ah menduduki tempat yang utama, sekaligus merupakan parameter loyalitas seorang junud. Tsiqoh bil qiyadah merupakan personifikasi sikap tsiqoh bil jama'ah, inilah pemahaman yang selayaknya hadir dalam setiap junud.
…jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti (tabayyun) agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya…" (QS.Al Hujurat;6)
Rasulullah SAW marah besar kepada Harits bin Dhirar, ketika Harits bin Dhirar datang menghadap untuk melakukan klarifikasi mengapa utusan Rasulullah SAW tidak kunjung datang untuk mengambil zakat yang terkumpul.
Ternyata sang utusan, Walid bin Uqbah, memang tidak melaksanakan tugasnya dengan amanah, dia memang tidak pernah sampai ke tempatnya Harits bin Dhirar, sebaliknya malahan dia kembali lagi ke Madinah dan sewaktu melaporkan hasil tugasnya kehadapan Rasul, Walid bin Uqbah mengabarkan bahwa Harits bin Dhirar tidak mau memberikan zakat yang telah dijanjikan dan malah mau membunuhnya. Inilah yang menjadi sebab kemarahan Rasulullah SAW kepada Harits bin Dhirar.
Harits bin Dhirar tabayyun langsung ke hadapan Rasul, dengan mengatakan "Wahai Rasulullah, kaum kami telah masuk kedalam Islam dan telah mengumpulkan zakat sebagaimana yang telah engkau perintahkan. Namun sampai dengan waktu yang ditentukan ternyata utusan-mu tidak pernah tiba ke tempat kami untuk mengambil zakat tersebut. Kami takut karena kemarahan Allah dan Rasul-nya yang menyebabkan tidak adanya utusan yang datang ke tempat kami. Karena itulah saya dan pembesar-pembesar kami datang menghadapmu. "
Dan turunlah Al-Hujurat ayat 6 di atas tersebut.
Demikianlah Walid bin Uqbah, seorang sahabat dan kader dakwah pada masa Rasulullah SAW, yang telah mendapatkan kemuliaan dengan menjadi salah seorang utusan Rasulullah SAW, ternyata tidak bisa menunaikan amanah dengan baik, malah melaporkan informasi yang menyesatkan bagi Rasulullah SAW berkaitan dengan Harits bin Dhirar. Allah dan Rasul-Nya yang akan menentukan bagaimana bentuk sanksi yang akan menimpanya.
Harits bin Dhirar, sosok kader dakwah yang lainnya, begitu dia merasakan adanya ketidaksesuaian antara janji yang telah disampaikan oleh Rasulullah SAW dengan kenyataan yang terjadi maka sikap yang diambilnya adalah pertama melakukan instropeksi, bila ada perilaku dia dan kaumnya yang menjadikan Allah dan Rasul-Nya murka sehingga tidak mengirim utusan sebagai salah satu bentuk sanksi yang diberikan, kedua, kemudian melakukan tabayyun langsung ke hadapan Rasulullah SAW dengan membawa para pembesar di kaumnya untuk menjelaskan keadaan yang sesungguhnya. (Lihat selengkapnya dalam tafsir Ibnu Katsir berkenaan dengan ayat tsb di atas).
Pernah ada satu masa dimana saat itu, informasi-informasi yang berkaitan dengan issue-issue kejama'ahan belum begitu semeluas sekarang ini. Saat itu informasi seputar kejama'ahan hanya berkutat dalam area yang terbatas, dan hanya dinikmati juga oleh orang-orang yang terbatas yaitu para kader dakwah itu sendiri, hal ini merupakan konsekuensi yang wajar karena dakwah saat itu masih mempersiapkan diri, menata diri untuk siap-siap memasuki pintu dakwah berikutnya yang sangat lebar yaitu dakwah kepada masyarakat dalam era keterbukaan (jahriyatu jamahiriyyah da'wah).
Dalam hal pengelolaan informasi, struktur saluran informasi yang tercipta saat itu bisa menghasilkan sterilisasi informasi dari unsur-unsur pengotor. Sehingga informasi kejama'ahan yang beredar bersih, terang dan shohih. Pola khas-nya adalah bottom up atau top down (vertical).
Karena tuntutan keniscayaan dakwah inilah, maka akhirnya tarbiyah memasuki masa keterbukaannya. Tarbiyah dalam era kekinian sebagai konsekuensinya menghadapi kenyataan bahwa betapa informasi, isu-isu seputar tarbiyah dan kejama'ahan begitu banyak berserakan dimana-mana. Saking berserakannya, maka menjadikan kita begitu mudah untuk mengambilnya. Saking berserakannya, maka timbul kesamaran mana informasi yang wadhih dan shohih, dan mana informasi yang menyesatkan. Konsumennya pun menjadi tidak semata-mata para kader saja bahkan masyarakat luas pun bisa menikmatinya. Informasi itu bisa datang dari samping kiri atau kanan kita. Tanpa kita mencaripun, tanpa menyengajapun, kita akan menemuinya.
Bila masa itu telah tiba, dimana para kader kadang mudah terprovokasi dengan pelbagai informasi yang diterima dari kanan atau kirinya. Tanpa menyadari (karena kemasan yang begitu baik, begitu ngikhwah, begitu *ks) bahwa diantara sekian informasi yang diterima itu boleh jadi ada yang sebagian dilontarkan oleh pihak yang membenci dakwah ini, memusuhi, bercita-cita agar dakwah ini hancur. Maka lunturlah ketsiqohan, terkikislah keta'atan. Persis seperti apa yang Allah gambarkan dalam ayat-Nya di atas.
Ikhtisar, Ingatlah kita semua adalah junud dalam dakwah ini, inilah saatnya kita menunjukkan sikap dan perilaku kita sebagai kader sejati. Kewajiban kitalah untuk mengawal jalannya kereta dakwah ini, karenanya kita harus tsiqoh kepada dakwah ini, tsiqoh kepada jama'ah ini, sikap kita :
1.Tolaklah lebih dulu, berilah pembelaan dakwah, bila menemui adanya informasi yang 'miring' , jangan terburu atau terpengaruh untuk ikut-ikutan membenarkan.
2.Ruju' kepada murobbi, tanyakanlah hal ihwal permasalahan ini kepada murobbi, bila ybs tidak bisa memberikan penjelasan, pasti ybs akan menanyakannya pula kepada murobbinya. Inilah salah satu saluran informasi yg bersih itu.
3.Simaklah bayanat yang di keluarkan oleh struktur, namun perlu diingat tidak setiap permasalahan memerlukan bayanat. Ada skala prioritas. Inilah saluran informasi bersih lainnya.
Wallahu a'lam.
(Pimpinan yang ikhlas dan kader yang loyal)
Kata-kata di atas merupakan salah satu jargon lahir dalam ranah tarbawiyah, menunjukkan salah satu bentuk pola hubungan timbal balik antara para qiyadah dengan para junud. Dalam skala yang paling kecil menunjukkan pola hubungan antara para murobbi dan para mutarobbi.
Keikhlasan qiyadah-lah yang akan menumbuhkan adanya keta'atan dari para junud. Keikhlasan yang tidak hanya keluar dalam tataran verbal semata tapi terlihat dalam tataran 'amal. Dalam cara pandang yang lain, contohnya, keikhlasan tersebut nuansanya akan bisa juga terlihat dalam cara berbicara, cara berpakaian, cara tersenyum bahkan dalam cara memberikan instruksi/arahan, nuansa keikhlasan kentara terasa. Dengan keikhlasan seperti inilah maka para junud merasakan adanya kenyamanan berada dalam arahan dan bimbingan para qo'id tersebut. Kenyamanan inilah yang nantinya menghasilkan sikap keta'atan dari para junud. Dalam kondisi inilah dengan sendirinya sikap tsiqoh akan muncul.
Namun jangan dilupakan pula, sebaik-baiknya taujih adalah taujih robbani. Dengan sendirinya unsur utama tersebut merupakan katalisator dalam pembentukan sikap tsiqoh ini.
Dalam perspektif organisasi, tsiqoh bil jama'ah menduduki tempat yang utama, sekaligus merupakan parameter loyalitas seorang junud. Tsiqoh bil qiyadah merupakan personifikasi sikap tsiqoh bil jama'ah, inilah pemahaman yang selayaknya hadir dalam setiap junud.
…jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti (tabayyun) agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya…" (QS.Al Hujurat;6)
Rasulullah SAW marah besar kepada Harits bin Dhirar, ketika Harits bin Dhirar datang menghadap untuk melakukan klarifikasi mengapa utusan Rasulullah SAW tidak kunjung datang untuk mengambil zakat yang terkumpul.
Ternyata sang utusan, Walid bin Uqbah, memang tidak melaksanakan tugasnya dengan amanah, dia memang tidak pernah sampai ke tempatnya Harits bin Dhirar, sebaliknya malahan dia kembali lagi ke Madinah dan sewaktu melaporkan hasil tugasnya kehadapan Rasul, Walid bin Uqbah mengabarkan bahwa Harits bin Dhirar tidak mau memberikan zakat yang telah dijanjikan dan malah mau membunuhnya. Inilah yang menjadi sebab kemarahan Rasulullah SAW kepada Harits bin Dhirar.
Harits bin Dhirar tabayyun langsung ke hadapan Rasul, dengan mengatakan "Wahai Rasulullah, kaum kami telah masuk kedalam Islam dan telah mengumpulkan zakat sebagaimana yang telah engkau perintahkan. Namun sampai dengan waktu yang ditentukan ternyata utusan-mu tidak pernah tiba ke tempat kami untuk mengambil zakat tersebut. Kami takut karena kemarahan Allah dan Rasul-nya yang menyebabkan tidak adanya utusan yang datang ke tempat kami. Karena itulah saya dan pembesar-pembesar kami datang menghadapmu. "
Dan turunlah Al-Hujurat ayat 6 di atas tersebut.
Demikianlah Walid bin Uqbah, seorang sahabat dan kader dakwah pada masa Rasulullah SAW, yang telah mendapatkan kemuliaan dengan menjadi salah seorang utusan Rasulullah SAW, ternyata tidak bisa menunaikan amanah dengan baik, malah melaporkan informasi yang menyesatkan bagi Rasulullah SAW berkaitan dengan Harits bin Dhirar. Allah dan Rasul-Nya yang akan menentukan bagaimana bentuk sanksi yang akan menimpanya.
Harits bin Dhirar, sosok kader dakwah yang lainnya, begitu dia merasakan adanya ketidaksesuaian antara janji yang telah disampaikan oleh Rasulullah SAW dengan kenyataan yang terjadi maka sikap yang diambilnya adalah pertama melakukan instropeksi, bila ada perilaku dia dan kaumnya yang menjadikan Allah dan Rasul-Nya murka sehingga tidak mengirim utusan sebagai salah satu bentuk sanksi yang diberikan, kedua, kemudian melakukan tabayyun langsung ke hadapan Rasulullah SAW dengan membawa para pembesar di kaumnya untuk menjelaskan keadaan yang sesungguhnya. (Lihat selengkapnya dalam tafsir Ibnu Katsir berkenaan dengan ayat tsb di atas).
Pernah ada satu masa dimana saat itu, informasi-informasi yang berkaitan dengan issue-issue kejama'ahan belum begitu semeluas sekarang ini. Saat itu informasi seputar kejama'ahan hanya berkutat dalam area yang terbatas, dan hanya dinikmati juga oleh orang-orang yang terbatas yaitu para kader dakwah itu sendiri, hal ini merupakan konsekuensi yang wajar karena dakwah saat itu masih mempersiapkan diri, menata diri untuk siap-siap memasuki pintu dakwah berikutnya yang sangat lebar yaitu dakwah kepada masyarakat dalam era keterbukaan (jahriyatu jamahiriyyah da'wah).
Dalam hal pengelolaan informasi, struktur saluran informasi yang tercipta saat itu bisa menghasilkan sterilisasi informasi dari unsur-unsur pengotor. Sehingga informasi kejama'ahan yang beredar bersih, terang dan shohih. Pola khas-nya adalah bottom up atau top down (vertical).
Karena tuntutan keniscayaan dakwah inilah, maka akhirnya tarbiyah memasuki masa keterbukaannya. Tarbiyah dalam era kekinian sebagai konsekuensinya menghadapi kenyataan bahwa betapa informasi, isu-isu seputar tarbiyah dan kejama'ahan begitu banyak berserakan dimana-mana. Saking berserakannya, maka menjadikan kita begitu mudah untuk mengambilnya. Saking berserakannya, maka timbul kesamaran mana informasi yang wadhih dan shohih, dan mana informasi yang menyesatkan. Konsumennya pun menjadi tidak semata-mata para kader saja bahkan masyarakat luas pun bisa menikmatinya. Informasi itu bisa datang dari samping kiri atau kanan kita. Tanpa kita mencaripun, tanpa menyengajapun, kita akan menemuinya.
Bila masa itu telah tiba, dimana para kader kadang mudah terprovokasi dengan pelbagai informasi yang diterima dari kanan atau kirinya. Tanpa menyadari (karena kemasan yang begitu baik, begitu ngikhwah, begitu *ks) bahwa diantara sekian informasi yang diterima itu boleh jadi ada yang sebagian dilontarkan oleh pihak yang membenci dakwah ini, memusuhi, bercita-cita agar dakwah ini hancur. Maka lunturlah ketsiqohan, terkikislah keta'atan. Persis seperti apa yang Allah gambarkan dalam ayat-Nya di atas.
Ikhtisar, Ingatlah kita semua adalah junud dalam dakwah ini, inilah saatnya kita menunjukkan sikap dan perilaku kita sebagai kader sejati. Kewajiban kitalah untuk mengawal jalannya kereta dakwah ini, karenanya kita harus tsiqoh kepada dakwah ini, tsiqoh kepada jama'ah ini, sikap kita :
1.Tolaklah lebih dulu, berilah pembelaan dakwah, bila menemui adanya informasi yang 'miring' , jangan terburu atau terpengaruh untuk ikut-ikutan membenarkan.
2.Ruju' kepada murobbi, tanyakanlah hal ihwal permasalahan ini kepada murobbi, bila ybs tidak bisa memberikan penjelasan, pasti ybs akan menanyakannya pula kepada murobbinya. Inilah salah satu saluran informasi yg bersih itu.
3.Simaklah bayanat yang di keluarkan oleh struktur, namun perlu diingat tidak setiap permasalahan memerlukan bayanat. Ada skala prioritas. Inilah saluran informasi bersih lainnya.
Wallahu a'lam.
Langganan:
Postingan (Atom)