Minggu, 26 April 2009

Dibalik Angka Pemilu 2009

my note:
Tulisan ini menarik dan bagus sebagai saran sekaligus kritik membangun untuk PKS.

Oleh: M. Qodari
(Direktur Eksekutif, Indo Barometer, Jakarta)

Usai pemilu legislastif, sekarang ini adalah momentum yang tepat untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja partai politik (parpol) kita. Parpol yang baik merupakan keharusan apabila kita ingin meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia. Partai politik yang buruk akan melahirkan demokrasi yang lemah. Sebaliknya, partai politik yang baik akan melahirkan demokrasi yang kuat.

Terhadap kinerja parpol kita, pada dasarnya hanya ada dua jenis penilaian yang bisa diberikan. Pertama, berhasil. Kedua, gagal. Kriteria penilaian itu pun secara umum bisa dibagi dua. Pertama, kriteria berbasis angka. Kedua, kriteria berbasis non-angka. Karena keterbatasan ruang untuk memudahkan evaluasi kinerja parpol, dalam kesempatan ini fokus evaluasi akan dilakukan pada kinerja Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sambil tetap membahas partai-partai lainya.

*Kriteria Angka*

Evaluasi ini akan dimulai dari kriteria angka. Kriteria angka itu sendiri dapat dibagi dalam beberapa kategori. Kriteria pertama adalah kirteria persentase suara. Parpol yang persentase suaranya naik dianggap berhasil dan yang turun dianggap gagal. Jika kriteria ini dipakai, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bisa dianggap sukses karena suaranya meningkat dari 7,3 persen di Pemilu 2004 menjadi sekitar 8,5 persen dalam Pemilu 2009 ini.

Namun, yang lebih sukses tentulah Partai Demokrat (PD) yang suaranya naik hampir tiga kali lipat, dari 7,5 persen di tahun 2004 menjadi sekitar 20,5 persen di tahun 2009 ini.

Jika PKS dan PD dianggap sukses karena suaranya naik, parpol yang 'kurang sukses' karena suaranya turun adalah Partai Golongan Karya (Golkar), Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Persatuan Pembangunan (PPP),
dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).Adapun Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) tidak ikut dimaksukkan evaluasi ini karena baru sekali ikut pemilu. Sementara itu, kenaikan dan penurunan suara Partai Amanat Nasional (PAN) belum bisa disimpulkan secara definitif karena beberapa *quick count* (QC) berbeda persentase suaranya.

Kriteria angka berikutnya adalah kriteria peringkat. Jika kriteria peringkat yang dipakai, PKS juga bisa disebut berhasil karena peringkat PKS naik dari nomor 6 di Pemilu 2004 ke nomor 4 di Pemilu 2009. Yang paling berhasil tentu saja PD yang posisinya meloncat dari peringkat 5 di Pemilu 2004 ke peringkat 1 di Pemilu 2009. PAN juga sukses karena naik karena dulu peringkat 7
sekarang peringkat 5.

Adapun parpol yang gagal adalah Golkar (turun dari peringkat 1 di Pemilu 2004 ke peringkat 2 atau 3 di Pemilu 2009, ini pastinya menunggu hasil hitungan resmi KPU), PPP (turun dari peringkat 4 ke 6), dan PKB (dari peringkat 3 ke peringkat 6). PDIP di tahun 2004 menempati peringkat 2. Di Pemilu 2009, mungkin PDIP bertahan di peringkat 2 atau mungkin turun ke peringkat 3, tergantung hitungan resmi KPU nanti.

Untuk kriteria kenaikan dan penurunan kursi di DPR RI, analisis masih tentatif karena penghitungan resmi KPU belum selesai. Penghitungan ini menjadi lebih rumit karena adanya variabel baru dalam penghitungan kursi DPR RI, yakni aturan ambang batas atau *parliamentary threshold* untuk pemilu DPR RI. Namun, dari penghitungan sementara, beberapa partai yang jumlah kursinya diperkirakan menurun adalah Golkar, PDIP, PPP, dan PKB. Sementara itu, yang naik adalah PKS dan PD.

Kriteria berbasis angka lainnya adalah soal penyebaran kekuatan parpol. Parpol yang berhasil adalah parpol yang kekuatannya menyebar lebih merata di Pemilu 2009 ini. Parpol yang gagal adalah parpol yang tidak mampu memperluas wilayah kekuatannya. PKS termasuk sangat berhasil karena dulu partai ini hanya kuat di Banjabar (Banten, Jakarta, Jawa Barat), namun kini dapat merebut banyak kursi di wilayah lain, seperti Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan seterusnya. PD juga sangat berhasil. Posisi PD hampir selalu masuk tiga besar di berbagai provinsi. Bahkan, PD bisa menjadi peraih suara tertinggi di beberapa daerah yang dulu dikuasai partai lain, seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatra Utara, dan seterusnya.

PDIP dan Golkar pada hakikatnya tetap mempertahankan penyebaran suaranya
yang bersifat nasional. Namun, suara Golkar dan PDIP menurun di berbagai wilayah. Yang jelas gagal adalah PKB yang wilayah kekuatannya tidak keluar dari Jawa Timur dan Kalimantan Selatan.. Bahkan, suara PKB di Jawa Timur yang dulu peringkat 1 kini turun ke peringkat 3 di bawah PD dan PDIP.

*Kriteria Nonangka*

Di luar kriteria angka sebagaimana dipaparkan di atas, penilaian tentang
keberhasilan dan kegagalan parpol juga perlu mempertimbangkan beberapa kriteria penting lainnya yang beyond numbers (di luar/di balik angka-angka).
Beberapa kriteria nonangka itu meliputi ideologi, organisasi, sumber daya, dan kepemimpinan.

Evaluasi terhadap empat kriteria nonangka ini kiranya lebih penting daripada kriteria angka karena bersifat lebih jangka panjang dan mendalam ketimbang
angka-angka. Kriteria nonangka ini penting diikutsertakan dalam evaluasi ini
karena dua alasan. Pertama, kriteria ini mencerminkan kapasitas parpol yang
sesungguhnya untuk menjalankan perannya secara maksimal. Kedua, kriteria angka menyimpan jebakan persoalan tersembunyi. Ada partai yang menurut
kriteria angka mencapai kesuksesan besar, ternyata menyimpan hal yang serius
ketika ditinjau dari kriteria nonangka.

Kriteria ideologi, misalnya. Kriteria ini sangat penting bagi parpol karena parpol pada hakikatnya merupakan wadah perjuangan bagi orang-orang yang memiliki ideologi yang sama untuk mewujudkan ideologi itu dalam kehidupan bangsa dan negara. Adapun ideologi yang dimaksud di sini adalah "suatu sistem gagasan yang menyeluruh tentang kondisi masyarakat yang ada sekarang dan kondisi masyarakat yang dicita-citakan, berikut cara-cara untuk mewujudkannya".

Kriteria ideologi ini penting untuk parpol agar dia memiliki orientasi yang jelas ke mana parpol ini akan dibawa. Jika suatu parpol eksis tanpa ada suatu landasan ideologi yang jelas, parpol tersebut sebetulnya hanya menjadi 'mesin suara' yang mengantarkan caleg menjadi anggota DPR/DPRD atau tokoh partai menjadi capres, cawapres, menteri, ataupun jabatan publik lainnya..

Jika ini yang terjadi, eksistensi parpol tersebut sulit diharapkan untuk membawa kemaslahatan publik yang besar, selain nasibnya tak akan berumur panjang.

Dalam konteks ini, hanya sedikit parpol besar kita yang telah memiliki landasan ideologi yang dijabarkan secara jelas, menyeluruh, dan detail dalam satu dokumen yang utuh (sebutlah: "*platform* partai"). Sampai sejauh ini, saya baru menemukan satu partai yang membuat *platform* partai, yakni PKS. Saya belum menemukan dokumen sejenis untuk Golkar yang notabene partai senior dan PD yang merupakan pemenang Pemilu 2009.

Kriteria organisasi itu penting sebagai institusi yang menjalankan begitu banyak peran, termasuk di antaranya agregasi politik, komunikasi politik, rekrutmen politik, kaderisasi kepemimpinan, pendidikan politik, dan seterusnya. Partai politik harus memiliki organisasi yang solid dan modern.

Apalagi tugas demikian harus dilaksanakan pada skala nasional yang sangat luas. Parpol dengan organisasi lemah (termasuk dalam kriteria organisasi ini adalah kualitas kader) tidak dapat diharapkan untuk menjalankan aneka peran di atas. Bahkan, ada parpol yang organisasinya begitu buruk sehingga untuk mengurus dirinya sendiri pun tak mampu.

Dalam aspek ini, PKS termasuk partai yang dianggap sukses. Organisasinya rapi dan kadernya solid. Parpol yang juga dianggap memiliki organisasi yang baik adalah Golkar. Adapun parpol yang organisasinya masih dianggap lemah adalah PDIP, PKB, dan PPP. Catatan khusus harus diberikan pada PD yang dalam Pemilu 2009 kali ini menang, namun sesungguhnya kemenangan itu bukan dilahirkan oleh organisasi yang kuat.

Kriteria sumber daya terutama menyangkut kemampuan parpol membiayai aneka
kegiatan mereka sehari-hari. Ini salah satu persoalan terbesar parpol
Indonesia sekarang ini. Kebanyakan parpol belum cukup kuat secara finansial.
Dalam konteks ini, PKS masih kurang sebab PKS kalah sumber daya dibandingkan Golkar dan PDIP yang notabene memang lebih senior. Juga, kalah sumber daya dari PD yang tokohnya sekarang presiden berkuasa. Pekerjaan rumah semua partai itu adalah bagaimana bisa mengumpulkan sumber daya yang tidak keluar dari koridor hukum dan dapat berfungsi dalam jangka panjang.

Kriteria terakhir adalah kriteria kepemimpinan. Kepemimpinan dalam parpol penting karena dua alasan. Pertama, kepemimpinan dalam parpol merupakan
"bahan baku" untuk kepemimpinan nasional. Kedua, kepemimpinan atau tepatnya
ketokohan yang kuat dalam parpol merupakan magnet suara yang bisa membuat
suara partai membesar secara signifikan. Dalam kriteria ini, PKS belum memiliki tokoh yang bisa menjadi magnet suara bagi masyarakat Indonesia sehingga bisa membuat PKS menjadi parpol terbesar di Indonesia.

Parpol yang sukses dengan tokoh yang menjadi magnet politik ada di PD dengan
SBY sebagai tokohnya dan PDIP dengan Megawati Soekarnoputri sebagai figur
utamanya. Golkar, PAN, PKB, dan PPP nasibnya mirip dengan PKS karena belum
memiliki figur yang popularitasnya seluas SBY dan Megawati. Memang, parpol
tidak boleh tergantung pada figur selamanya, namun mesin politik yang kuat
tanpa figur yang juga kuat akan sulit mengalami akselerasi kemenangan. Inilah empat pekerjaan rumah parpol-parpol Indonesia ke depan, yaitu membangun *platform* ideologi yang jelas; organisasi dan kader yang kuat; sumber daya yang memadai; dan ketokohan yang mampu menjadi magnet politik nasional.

Jumat, 23 Januari 2009

Nostalgia

Setelah beberapa waktu yang lalu, saya mengunjungi blog seseorang (even i don't know, who she is) tapi saya merasa dibawa ke suatu tempat dimana saya merasa sangat nyaman dan merasakan sesuatu (heart feeling) yang begitu jauh entah dimana, namun saya betah didalamnya...

I finally found the answer. I could be like that because, I was hearing a song. Yes, a song what I like so much, used to be (it's about 15 years ago)

So, after it was happened.. I told to my wife. And I was so surprised, that she liked the song too!
You know, what was happened then? -> I had gone for a romantic dancing with her...

So nice.. really. We were enjoyed the song together.

Hmm.... (alhamdulillah, i'm very happy)