"Qiyadatu mukhlishoh wa jundiyatu muthi'ah"
(Pimpinan yang ikhlas dan kader yang loyal)
Kata-kata di atas merupakan salah satu jargon lahir dalam ranah tarbawiyah, menunjukkan salah satu bentuk pola hubungan timbal balik antara para qiyadah dengan para junud. Dalam skala yang paling kecil menunjukkan pola hubungan antara para murobbi dan para mutarobbi.
Keikhlasan qiyadah-lah yang akan menumbuhkan adanya keta'atan dari para junud. Keikhlasan yang tidak hanya keluar dalam tataran verbal semata tapi terlihat dalam tataran 'amal. Dalam cara pandang yang lain, contohnya, keikhlasan tersebut nuansanya akan bisa juga terlihat dalam cara berbicara, cara berpakaian, cara tersenyum bahkan dalam cara memberikan instruksi/arahan, nuansa keikhlasan kentara terasa. Dengan keikhlasan seperti inilah maka para junud merasakan adanya kenyamanan berada dalam arahan dan bimbingan para qo'id tersebut. Kenyamanan inilah yang nantinya menghasilkan sikap keta'atan dari para junud. Dalam kondisi inilah dengan sendirinya sikap tsiqoh akan muncul.
Namun jangan dilupakan pula, sebaik-baiknya taujih adalah taujih robbani. Dengan sendirinya unsur utama tersebut merupakan katalisator dalam pembentukan sikap tsiqoh ini.
Dalam perspektif organisasi, tsiqoh bil jama'ah menduduki tempat yang utama, sekaligus merupakan parameter loyalitas seorang junud. Tsiqoh bil qiyadah merupakan personifikasi sikap tsiqoh bil jama'ah, inilah pemahaman yang selayaknya hadir dalam setiap junud.
…jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti (tabayyun) agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya…" (QS.Al Hujurat;6)
Rasulullah SAW marah besar kepada Harits bin Dhirar, ketika Harits bin Dhirar datang menghadap untuk melakukan klarifikasi mengapa utusan Rasulullah SAW tidak kunjung datang untuk mengambil zakat yang terkumpul.
Ternyata sang utusan, Walid bin Uqbah, memang tidak melaksanakan tugasnya dengan amanah, dia memang tidak pernah sampai ke tempatnya Harits bin Dhirar, sebaliknya malahan dia kembali lagi ke Madinah dan sewaktu melaporkan hasil tugasnya kehadapan Rasul, Walid bin Uqbah mengabarkan bahwa Harits bin Dhirar tidak mau memberikan zakat yang telah dijanjikan dan malah mau membunuhnya. Inilah yang menjadi sebab kemarahan Rasulullah SAW kepada Harits bin Dhirar.
Harits bin Dhirar tabayyun langsung ke hadapan Rasul, dengan mengatakan "Wahai Rasulullah, kaum kami telah masuk kedalam Islam dan telah mengumpulkan zakat sebagaimana yang telah engkau perintahkan. Namun sampai dengan waktu yang ditentukan ternyata utusan-mu tidak pernah tiba ke tempat kami untuk mengambil zakat tersebut. Kami takut karena kemarahan Allah dan Rasul-nya yang menyebabkan tidak adanya utusan yang datang ke tempat kami. Karena itulah saya dan pembesar-pembesar kami datang menghadapmu. "
Dan turunlah Al-Hujurat ayat 6 di atas tersebut.
Demikianlah Walid bin Uqbah, seorang sahabat dan kader dakwah pada masa Rasulullah SAW, yang telah mendapatkan kemuliaan dengan menjadi salah seorang utusan Rasulullah SAW, ternyata tidak bisa menunaikan amanah dengan baik, malah melaporkan informasi yang menyesatkan bagi Rasulullah SAW berkaitan dengan Harits bin Dhirar. Allah dan Rasul-Nya yang akan menentukan bagaimana bentuk sanksi yang akan menimpanya.
Harits bin Dhirar, sosok kader dakwah yang lainnya, begitu dia merasakan adanya ketidaksesuaian antara janji yang telah disampaikan oleh Rasulullah SAW dengan kenyataan yang terjadi maka sikap yang diambilnya adalah pertama melakukan instropeksi, bila ada perilaku dia dan kaumnya yang menjadikan Allah dan Rasul-Nya murka sehingga tidak mengirim utusan sebagai salah satu bentuk sanksi yang diberikan, kedua, kemudian melakukan tabayyun langsung ke hadapan Rasulullah SAW dengan membawa para pembesar di kaumnya untuk menjelaskan keadaan yang sesungguhnya. (Lihat selengkapnya dalam tafsir Ibnu Katsir berkenaan dengan ayat tsb di atas).
Pernah ada satu masa dimana saat itu, informasi-informasi yang berkaitan dengan issue-issue kejama'ahan belum begitu semeluas sekarang ini. Saat itu informasi seputar kejama'ahan hanya berkutat dalam area yang terbatas, dan hanya dinikmati juga oleh orang-orang yang terbatas yaitu para kader dakwah itu sendiri, hal ini merupakan konsekuensi yang wajar karena dakwah saat itu masih mempersiapkan diri, menata diri untuk siap-siap memasuki pintu dakwah berikutnya yang sangat lebar yaitu dakwah kepada masyarakat dalam era keterbukaan (jahriyatu jamahiriyyah da'wah).
Dalam hal pengelolaan informasi, struktur saluran informasi yang tercipta saat itu bisa menghasilkan sterilisasi informasi dari unsur-unsur pengotor. Sehingga informasi kejama'ahan yang beredar bersih, terang dan shohih. Pola khas-nya adalah bottom up atau top down (vertical).
Karena tuntutan keniscayaan dakwah inilah, maka akhirnya tarbiyah memasuki masa keterbukaannya. Tarbiyah dalam era kekinian sebagai konsekuensinya menghadapi kenyataan bahwa betapa informasi, isu-isu seputar tarbiyah dan kejama'ahan begitu banyak berserakan dimana-mana. Saking berserakannya, maka menjadikan kita begitu mudah untuk mengambilnya. Saking berserakannya, maka timbul kesamaran mana informasi yang wadhih dan shohih, dan mana informasi yang menyesatkan. Konsumennya pun menjadi tidak semata-mata para kader saja bahkan masyarakat luas pun bisa menikmatinya. Informasi itu bisa datang dari samping kiri atau kanan kita. Tanpa kita mencaripun, tanpa menyengajapun, kita akan menemuinya.
Bila masa itu telah tiba, dimana para kader kadang mudah terprovokasi dengan pelbagai informasi yang diterima dari kanan atau kirinya. Tanpa menyadari (karena kemasan yang begitu baik, begitu ngikhwah, begitu *ks) bahwa diantara sekian informasi yang diterima itu boleh jadi ada yang sebagian dilontarkan oleh pihak yang membenci dakwah ini, memusuhi, bercita-cita agar dakwah ini hancur. Maka lunturlah ketsiqohan, terkikislah keta'atan. Persis seperti apa yang Allah gambarkan dalam ayat-Nya di atas.
Ikhtisar, Ingatlah kita semua adalah junud dalam dakwah ini, inilah saatnya kita menunjukkan sikap dan perilaku kita sebagai kader sejati. Kewajiban kitalah untuk mengawal jalannya kereta dakwah ini, karenanya kita harus tsiqoh kepada dakwah ini, tsiqoh kepada jama'ah ini, sikap kita :
1.Tolaklah lebih dulu, berilah pembelaan dakwah, bila menemui adanya informasi yang 'miring' , jangan terburu atau terpengaruh untuk ikut-ikutan membenarkan.
2.Ruju' kepada murobbi, tanyakanlah hal ihwal permasalahan ini kepada murobbi, bila ybs tidak bisa memberikan penjelasan, pasti ybs akan menanyakannya pula kepada murobbinya. Inilah salah satu saluran informasi yg bersih itu.
3.Simaklah bayanat yang di keluarkan oleh struktur, namun perlu diingat tidak setiap permasalahan memerlukan bayanat. Ada skala prioritas. Inilah saluran informasi bersih lainnya.
Wallahu a'lam.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar