Senin, 25 Februari 2008

Artikel : Fitnah Harta

Harta adalah alat penunjang kehidupan manusia. Tanpa harta kehidupan berjalan dengan sulit. Ia juga dibutuhkan dalam perjuangan mewujudkan cita-cita. Harta memang secara naluri, dikejar manusia. Di dalam Alqur'an, Allah swt memberitahu hal itu, "dan sesungguhnya manusia mencintai harta itu, sangatlah hebat."

Tanpa diajari atau dirangsang, manusia sudah dengan sendirinya mendambakan punya harta yang banyak. Karena harta berpotensi mendatangkan kesenangan. Yang perlu dipelajari manusia adalah bagaimana mendapatkan harta dengan cara yang benar. Juga bagaimana mengelola harta dengan benar, agar ia tidak berubah menjadi fitnah.

Jadi kalau ada orang menceritakan dirinya mendambakan punya rumah mewah, kendaraan mewah, atau apa saja yang menyenangkan dari dunia, sebenarnya dia sedang menceritakan kenaifan dirinya, sekaligus menyingkap keruntuhan ma'nawiyah (jati diri)nya di hadapan orang lain. Karena Islam diturunkan bukan untuk mengajari manusia mencintai semua itu. Tanpa diajaripun, kesenangan dunia, sudah melekat pada diri manusia.

Justru kedatangan Alqur'an untuk mewanti-wanti manusia akan bahaya harta. Karena harta berpotensi menyeret manusia kepada kebinasaan di dunia dan akhirat. Harta berpotensi melalaikan manusia dari Allah. Harta berpotensi melupakan manusia dari tujuan hidupnya yang hakiki, yakni mencari kesenangan akhirat.Tanpa harus dikomentari, silakan baca ayat-ayat berikut ini:
1) Dan tidaklah kehidupan dunia melainkan kesenangan yang menipu.
2) Dan tidaklah kehidupan dunia melainkan permainan dan lahwun.
3) Apakah kamu lebih suka pada kehidupan dunia ketimbang akhirat, maka tidaklah kesenangan hidup dunia di akhirat melainkan hanya sedikit (at Taubah:38).
4) Dijadikan indah dalam pandangan manusia, kecintaan pada syahwat dari perempuan, anak, tumpukan emas, perak, kuda tunggangan, hewan ternak, dan pertanian. Yang demikian itu adalah kesenangan hidup di dunia, dan Allah memiliki tempat kembali yang jauh lebih baik (Ali Imron 14).
5) Carilah apa yang didatangkan Allah bagimu berupa negeri akhirat. Dan jangan engkau lupakan bagianmu di dunia (al-Qashash: 77).

Masih banyak ayat lain dengan nada serupa, menceritakan rendahnya hakikat dunia dan harta di mata Allah. Dan Allah memperingatkan orang-orang beriman agar tidak tertipu oleh dunia yang telah banyak menggelincirkan umat lain di luar Islam.Tapi tidak satu pun ayat Allah atau hadits Nabi yang menggesa manusia untuk mengejar harta dan kenikmatan dunia, apalagi dengan mengatakan "jangan tanya darimana sumbernya".

Tak diragukan, ucapan itu hanya muncul dari golongan 'Ahlud Dunia'. Kalau ini dibiarkan berlarut-larut, bukan tidak mungkin manusia mengganti Tuhannya dari Allah menjadi hawa nafsu. Mengganti alhaq menjadi albatil.Terjemahannya dalam dunia politik praktis, mengganti calon kepala daerah yang soleh tapi dananya terbatas, dengan calon yang koruptor asal uangnya banyak.Jika pola pikir seperti ini tidak pantas ada pada seorang mukmin biasa, apalagi pada level seorang pemimpin (al Qa'id atau Imam).

Jika itu benar-benar terjadi, maka inilah namanya qiyadah sedang menebar racun kepada bawahannya. Atau juga bisa dikatakan sang Imam sudah batal wudhu'nya, sehingga keimamannya sudah tidak sah lagi.Dalam sebuah ayat, Allah benar-benar melarang hamba-Nya melirik kekayaan/kelebihan yang dimiliki orang lain. Ayat itu berbunyi sebagai berikut: "Janganlah kamu mendambakan apa yang diberikan Allah kepada sebagian kamu di atas sebagian lain."

Jadi artinya apa? Memperhatikan kesenangan orang lain, kemudian mengkhayal-khayalkan kelebihan yang dimiliki orang lain, ternyata dalam perspektif Qurani, adalah perbuatan tercela, dan merusak muru'ah.Konon lagi mengelus-ngelus mobil mewah orang, terpesona dengan rumah orang, mirip seperti orang sedang mengalami gangguan kejiwaan, wal 'Iyadzu billah.

Orang-orang mukmin tak perlu diajari mencintai harta. Ajaran itu justru adalah ajaran syetan. Hanya syetan yang mengajarkan cinta harta. Yang perlu diajarkan kepada orang-orang mukmin, agar tetap tabah menghadapi rintangan dalam perjuangan.Perjuangan sungguh memerlukan kesabaran yang luar biasa. Apalagi perjuangan menegakkan Dienullah. Tetapi ganjaran yang dijanjikan Allah di balik perjuangan itu adalah aljannah, sebuah kesenangan tanpa batas, tak pernah terlintas di benak manusia, tak pernah terlihat di dunia dan tak pernah kedengaran sebelumnya.

Kesenangan yang ada di sini (dunia) hanyalah kesenangan palsu; jika ada, ia disyukuri, tak perlu menyibukkan. Jika tidak, tak perlu bersedih. Justru kesedihan kita, apabila kita kehilangan iman dan idealisme. Jika sebuah kemenangan diraih, ia bukan kenikmatan yang perlu ditepuki, tetapi justru amanah yang harus dipertanggungjawabkan pada hari tidak ada sesuatu pun yang dapat disembunyikan, perhitungan sangat keras dan dahsyat.Begitulah seharusnya nasihat seorang pemimpin yang istiqomah di jalan Allah. Sebagaimana dulu nasehat Khoirul Anbiya' Muhammad Saw kepada shahabatnya seperti dilaporkan oleh Abu Sa'id al-Khudry r.a, beliau berkata, ketika kami duduk di sekitar mimbar Rasul, kudengar beliau bersabda, "Yang paling kutakutkan pada kalian, jika dibukakan Allah kepada kalian kesenangan dunia dan gemerlapnya."

Jika nash-nash yang ada kita perhatikan, Allah dan Rasul-Nya tidak mengkhawatirkan umat ini akan bahaya kekurangan dan kemiskinan, sebagaimana peringatannya terhadap kesenangan, harta dan dunia. Artinya, orang tidak akan sampai jatuh dalam dosa besar karena kemiskinannya. Tetapi manusia bisa jatuh dalam dosa besar karena kekayaan yang dia miliki. Bahaya-bahaya apa sajakah itu? Mulai dari sumber kekayaan itu.Seseorang banyak menjadi kaya dengan cara yang tidak halal. Setelah menjadi kaya, ia tidak kuat menghadapi dorongan hawa nafsu yang muncul karena harta. Karena dengan harta yang banyak, pintu-pintu maksiat terbuka luas di hadapannya. Dalam kondisi ini banyak orang yang tidak kuat menahannya.

Oleh karena itulah dalam suatu kesempatan, Nabi Saw memberitahukan bahwa cobaan paling berat bagi Bani Israil adalah perempuan. Sedang cobaan yang paling berat bagi ummatku adalah harta (Hadits Shohih).Lalu apakah pantas seorang pemimpin merangsang anggotanya untuk mengejar harta, sementara Nabi Saw menyuruh ummatnya agar berhati-hati dengan harta dan dunia?!


Dr. Daud Rasyid, M.A.